Memilih Karir (1)

Dulu jaman SD kalau aku ditanya kalau udah gede pengen jadi apa, jawabannya pasti dokter namun jawaban dokter tidak bertahan lama. Masih pada masa sekolah dasar kalau ada yang bertanya, “kalau udah besar pengen jadi apa?” Aku dengan mudah menjawab, “Aku sekarang pengen jadi astronot.” Kenapa? Berawal dari cerita Ibu tentang pemberian nama Pratiwi itu berasal dari Prof. Dr. Pratiwi Sudarmono seorang astronot perempuan pertama asal Indonesia dan juga astronot ilmuwan pertama Asia. Menurut Ibu dan sebagian besar orang nama adalah doa. Keinginan Ibuku adalah ingin anaknya bisa pinter seperti Prof. Dr. Pratiwi Sudarmono dan jadilah nama Pratiwi sebagai nama belakangku. Itu akhirnya yang membuatku merubah keinginan dari dokter menjadi astronot. Semudah itu. Maklmum ya, anak SD. Hehe..

Jaman SD. Itu bener aku. Aku dulu kurus. Sekarang mekar. Makasih lho ya..
Jaman SD. Itu bener aku. Aku dulu kurus. Sekarang mekar. Makasih lho ya..

Bagaimana dengan SMP? Sepertinya masih sama dengan jaman SD. Aku masih sering berubah-berubah menentukan ingin menjadi apa saat dewasa. Pikiran anak SMP jauh lebih luas dan lebih bisa mempertimbangkan baik buruk dibandingkan SD. Jaman SMP kalau nggak salah ingat aku sempat terpikir pengen jadi arkeolog. Entah pikiran darimana itu akhirnya memutuskan menjadi arkeolog. Perilaku juga kadang aneh suka cari benda-benda dalam tanah. Sapa tau nemu (red: menemukan) benda purbakala *aneh banget pokoknya*. Aku jadi seneng banget pelajaran IPS terutama sejarah tapi males juga hafalannya *hahaha* tapi bagiku pada saat itu menghafal pelajaran IPS jauh lebih mudah daripada IPA. Tapi…. Namanya juga SMP masih masa ababil juga kan? Hehehe.. Aku pun masih dengan mudah merubah ingin jadi apa kelak tapi dengan versi ada pertimbangan. Pertimbangan? Apa kira-kira? Pertimbangan versi anak SMP perempuan pasti pengennya yang enak-enak dan bikin seneng kalau kerja bisa beli apa aja dan dapet suami ganteng. Hahaha.. Semua berdasarkan novel dan film intinya. Oke, aku emang prodak film dan novel. Sedikit melenceng ya, aku mulai nonton film dari SMP kelas 7. Segala macam film aku tonton, film dalam negeri dan luar negeri, dan aku juga suka baca novel teenlit, cerpen/cerbung majalah. Jadi ya pasti isi otakku kebanyakan film dan novel. Disaat teman-temanku sering cerita soal mereka nongkrong dicafe, mall, dan nonton konser. Aku? Aku nggak pernah seperti mereka. Kenapa? 1. Nggak dibolehi Ibu, 2. Aku nggak punya duit 3. Aku sadar diri ortu nggak berlebihan materi. Sebagai ganti ortu memperbolehkan aku sewa film dan novel. Kasian banget ya, aku cupu.. hehehe.. Tapi, aku seneng. Seneng karena dari nonton film itu aku tau banyak hal. Ternyata di belahan bumi lain ada tempat bagus. Luar negeri itu bagus. Itu yang aku bayangkan dulu. Tempatnya bersih nggak ada sampah, teknologi mereka disana canggih, dan orangnya pinter. So, dari situ aku memutuskan ingin pergi ke luar negeri. Entah jadi apa pokoknya mau ke luar negeri dulu. Begitulah SMP. Keinginan menjadi arkeolog sirnah karena dulu mikirnya arkeolog nggak dapat gaji. Akhirnya berubah haluan ingin ke luar negeri kerja disana. Meski lupa juga aku pengen ngapain kesana. Hahaha.. Dasar ababil…

SMA. Masa dimana pencarian jati diri benar-benar terasa. Aku mulai bisa berpikir lebih luas lagi dan lebih bisa lagi mempertimbangkan baik buruk. Kalau SMP pertimbangan berdasarkan enak dan nggak enak. Baru lah jadi keputusan baik buruk. Enak = baik dan Nggak enak = buruk. Padahal berpikir obyektif tidak seperti itu. Dimasa SMA aku belajar bagaimana berpikir objektif. Menentukan pilihan baik dan buruk, benar dan salah. Aku banyak belajar pada masa ini. Aku merasa gemilang saat SMA. Kenapa? Semua yang aku pikirkan/ ideku/ suaraku didengar oleh orang. Kok gitu? Sedikit flasback. Jaman SMP aku ingin jadi OSIS. Pikirku dulu jadi OSIS enak dan keren. Tuh kan, kelihatan jaman SMP mikirnya enak dan nggak enak. Tapi sayang seribu sayang. Aku nggak terpilih jadi OSIS. Tau kenapa kira-kira? Aku nggak cantik. Nggak keren, atau populer. Ah, entahlah. Jaman kegelapan saat SMP itu saat ideku nggak pernah didengar orang lain. Balik jaman SMA. Pada saat itu orang-orang mau mendengar ideku. Menghargai apa ideku. Finally, aku bisa masuk OSIS di SMA *gaya banget*. Bukan karena cantik atau keren masuk OSIS tapi karena apa alasanku ingin masuk OSIS, mengutarakan sejumlah visi misi. Ya, memang aku nggak cantik tapi kan aku pinter. Itu yang jadi peganganku pada saat itu haha.. Berawal dari OSIS aku kecanduan berorganisasi. Aku mulai ikut ekskul lainnya. Ikut SKI (Kerohanian Islam) dan jurnalistik. SMA lebih produktif. Menghabiskan waktu diluar rumah daripada dirumah. Ortu sampai mulai khawatir kenapa aku sering pulang malem. Memang ekstrim, aku dulu anak rumahan tiba-tiba jadi anak lupa rumah. Ditambah lagi saat SMA aku memutuskan untuk berjilbab. Ortu tambah khwatir. Takut aku ikut aliran tertentu. Jamanku waktu itu lagi marak kabar teroris dikalangan SMA. Aku pun menyakinkan ortu untuk nggak khawatir tapi namanya ortu pasti lah khawatir dengan perubahan anaknya yang begitu ekstrim. Akhirnya aku memutuskan untuk berbicara. SMA, pada masa ini aku berani bicara mengutarakan argumen kepada orang tua. Bagaimana perasaanku dan pendapatku. Itu kenapa masa ini benar-benar gemilang. Ulang tahunku yang ke17 aku bicara pada mereka, “aku nggak minta kado aneh-aneh. Aku cuman minta kasih aku kado kepercayaan. Percaya aku diluar sana belajar bukan melakukan hal-hal aneh.” Jadi permintaanku waktu itu hanya satu. Aku minta kepercayaan mereka. Dan benar, ortu memberikan itu dengan syarat tidak terlalu bebas masih ada aturan. Aku merasa senang karena dengan memberanikan diri berkomunikasi dengan mereka aku membuahkan sebuah perubahan. Berbekal satu keberhasilan itu dan keberhasilan lainnya aku mulai kembali berpikir soal karir. Saat itu aku merasa memiliki jiwa seorang organisator dan dapat berkomunikasi baik dengan orang orang lain. Aku memilih bergerak dibidang politik. Pokoknya bergerak dibidang sosial. Aku berkeinginan menjadi walikota atau gubernur. Mengatur masyarakat menjadi lebih baik melalui politik. Itu pikiranku pada saat itu. Namun, rasanya tidak semudah itu. Aku mulai banyak bertanya sana sini tentang karir. Apa itu karir? Aku mulai berpikir lagi apa benar aku meinginkan menjadi seorang Politikus? Pada saat itu aku dikelilingi orang-orang yang memilih bergerak dibidang sosial. Aku mulai ragu. Lalu karir apa yang benar-benar sesuai dengan minat dan bakatku? Masa SMA. Masa dimana aku mulai berpikir dengan begitu banyak pertimbangan dibandingan dengan masa sebelumnya. Mengenal bagaimana berpikir objektif itu yang merupakan anugerah. Dari situ aku dapat mengambil keputusan yang tepat. Mulai berani berkomunikasi. Menyampaikan gagasan/ ide/ pendapat.  Begitulah masa SMAku. Kata orang masa SMA adalah masa penemuan jati diri. Benar, aku menemukannya dan menjadi gemilang menurutku.

Bagaimana dengan karirmu sekarang? Sama atau nggak dari jaman SD-SMA?

Jaman SMA. tepatnya kelas 12. Nah ini siswa perempuan pada foto-foto. Lupa, buat apa. Mungkin buat foto kenangan.
Jaman SMA. tepatnya kelas 12. Nah ini siswa perempuan pada foto-foto. Lupa, buat apa. Mungkin buat foto kenangan. Masa awal-awal berjilbab.

🙂

Tiwied

6 Comments

  1. Kalau saya pas SD sampai SMA masih sejalan, ya. Saya tipe anak baik jadi apa pun kata orang tua ya saya turuti saja. Baru betul-betul saat kuliah saya banting setir, itu juga dengan saran dari orang tua :haha. Mungkin baru-baru ini saya baru menemukan sendiri keputusan apa semestinya yang mesti saya ambil. Ha, jadi bingung sendiri :haha.

  2. Dulu pas masih kecil, bilang punya cita-cita mau jadi A, B, C, dst orangtua cuma iya-iya aja. Pikirnya, kelak anaknya memang mampu untuk mewujudkannya. Tapi setelah dewasa, ngerti kemampuan anaknya seberapa, orangtua malah jadi realistis. Nggak usah punya cita-cita yang aneh-aneh, yang penting bisa menghidupi diri sendiri dan nggak ngerepotin orang lain selepas orangtua tiada.

    Klo aku sih inget dulu cita-citanya mau jadi pelukis, hahaha. Sama kerjaan sekarang sih beda jauh banget. Klo dulu udah kenal pekerjaan yg namanya Programmer mungkin dulu nggak bilang mau jadi pelukis, hehehe. Tapi walaupun gitu, sampe sekarang sesekali masih seneng nggambar kok.

    1. Jaman pas masih kecil emang gitu ya. Ganti-ganti cita-citanya..
      Yang penting sekarang kita tekuni bidang yang udah kita pilih..
      Salam kenal Wiji…

Tinggalkan komentar